Pada dasarnya, pentingnya lahan atau tempat yang akan dijadikan sebagai peternakan dan budidaya tumbuhan adalah salah satu faktor dalam menentukan produsi yang harus di miliki suatu wilayah untuk tujuan mendukung proses produktivitas perekonomian masyarakatnya. Hal ini tentunya harus diikuti dengan adanya fasilitas yang memadai mengenai lokasi atau tempat yang di dukung oleh keadaan tanah yang subur dan asri, serta dapat mendukung pengembangan usaha pada bidang pertanian dan peternakan. Di Desa Tanjung Putus sendiri, masyarakat memiliki peran penting dalam memantau laju mundurnya suatu perkembangan mengenai potensi flora dan fauna yang ada di desa tersebut sebagai sumber daya pembangunan desa. Desa Tanjung Putus merupakan salah satu desa di Kabupaten Langkat yang memiliki cukup banyak potensi flora dan fauna.
Seperti halnya sapi dari Dusun Bukit Barat Desa Tanjung Putus milik Bapak Lamino yang selalu menjadi langganan para konsumen baik dari dalam daerah, sampai ke luar provinsi. Saat ini di Dusun Bukit Barat Desa Tanjung Putus sedang berupaya membudidayakan burung bubut dan merpati untuk dijadikan sebagai obat obatan pereda sakit akibat kecelakaan, luka ringan maupun luka berat, bahkan patah tulang. Sedangkan untuk jenis tanaman yang dibudidayakan
sebagai obat-obatan secara umum tidak jauh beda dengan jenis-jenis tanaman yang ada pada apotek hidup seperti temulawak, kencur, jeruk nipis, sereh, jahe, dan lain sebagainya. Akan tetapi, di salah satu dusun yang ada di Desa Tanjung Putus tepatnya di Dusun Bukit Barat terdapat jenis tanaman ekspor yang sudah dikenal di berbagai daerah. Tanaman ini disebut tanaman
porang, atau jenis umbi-umbian yang bentuknya mirip dengan walur, suwek dan iles. Porang merupakan tanaman liar yang tumbuh di kawasan hutan dan saat ini menjadi komoditas ekspor unggulan di Jepang dan Cina.
Menurut salah satu petani porang bernama Ibu Maimunah Sundari, M.H., umbi porang di ekspor ke Jepang dan Cina untuk nantinya diracik dalam bentuk irisan dan diolah menjadi tepung porang, serta memiliki harga jual hingga lebih dari Rp.110.000/kg. Tepung porang ini juga bisa diolah
menjadi berbagai produk makanan, seperti beras porang, mie sarataki, kosmetik, dan obat-obatan, serta bahan perekat. Harga jual umbi porang saat ini berkisar antara Rp.8.000, Rp.13.000, sampai Rp.15.000/kg (umbi porang basah). Sedangkan biji yang tumbuh dari daun pohon porang saat ini harganya melambung mencapai Rp.315.000 sampai Rp.350.000/kg, dari semula hanya Rp.90.000/kg. Biji ini nantinya dapat digunakan sebagai bibit untuk ditanam menjadi umbi porang.
Jika dilihat dari beberapa potensi yang ada di Desa Tanjung Putus, sudah sepatutnya budidaya flora dan fauna ini dikembangkan. Hal ini karena selain dapat menjadi potensi dalam pembangunan desa, juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Namun, untuk saat ini meskipun dalam pengembangannya tanaman porang sudah mulai
dibudidayakan hampir merata di seluruh kabupaten/kota di Sumut, akan tetapi budidaya porang masih termasuk ke dalam kategori skala kecil. Menurut hasil wawancara kelompok dengan Ibu Maimunah Sundari, M.H. beberapa faktor yang menjadi penyebab masih sedikit orang yang membudidayakan tanaman ini adalah karena masa panen yang terbilang cukup memakan waktu lama yakni sekitar 4 sampai 5 tahun, serta adanya masa dormansi yang mana pada musim kemarau tanaman porang akan mengalami dorman yang ditandai degan daun yang layu dan kering.
Setiap siklus tumbuh dan generatif terjadi selama kurun waktu 4 sampai 5 bulan dan demikian juga pada periode dormannya memerlukan waktu 4 sampai 5 bulan. Selain karena kendala waktu, banyak masyarakat yang juga belum mengetahui apa itu porang, dan apa manfaatnya.